Dengan telah dilantiknya Kabinet Indonesia Maju oleh Presiden Jokowi menjadi momentum baru bagi pelaku usaha. Di antaranya soal pengawasan terhadap baja impor yang diharapkan pelaku industri.
Pengurus Asosiasi Roll Former Indonesia (ARFI) Henry Setiawan menuturkan, standarisasi baja, khususnya koil sebagai bahan baku baja ringan amat penting untuk melindungi konsumen. Sebab, konsumen adalah pengguna terakhir produk baja di Tanah Air. Sayangnya, pengawasan terhadap produk baja nonstandar nasional Indonesia (SNI)dirasa masih belum maksimal.
Artikel Terkait: wallpaper dinding 3D
Industri baja di hilir seperti ARFI membeli bahan baku dari wujud koil gulungan. Produk itu tinggal dibentuk menjadi gelombang dan tinggal dipotong saja sehingga praktis proses mekanismenya. Karena kesederhanaan proses tersebut, muncullah industri-industri kecil.
“Industri Roll former tidak padat modal. Skala dari para pelaku industri yang ada di roll former ini menurut taksiran kami tidak ada yang pasti jumlahnya. Bisa 500-700 perusahaan se-Indonesia,” ujar Henry Setiawan kepada wartawan, Selasa (29/10).
Henry melihat bahwa banyak industri-industri kecil yang masih belum memperhatikan standarisasi. Banyak dari mereka yang masih mengunakan bahan baku non-SNI.
“Produknya industri kecil itu tidak menggunakan bahan-bahan yang ber-SNI. Mereka tidak berpikir dalam jangka panjang. Tidak memikirkan dampak kepada konsumen,” imbuh Henry.
Dia berharap pengawasan terhadap produk-produk bahan baku ber-SNI harus diperketat. Jika lemah dalam pengawasan membuat persaingan antara baja lokal dan baja impor jadi tidak sehat. Karena itu standarisasi harus dikawal. Dalam hal ini ada beberapa pihak berperan. Pertama, petugas bea cukai di area kepabeanan.
“Barang non-SNI ini 100 persen dari impor. Kalau dalam negeri praktis tidak memproduksi bahan baku non-SNI. Artinya di area kepabeanan itu harus ada pengecekan,” terang Henry.
Baca Juga: keramik batu alam
Henry melanjutkan, pihak lain yang berperan dalam pengawasan selain bea cukai adalah Kementerian Perindustrian dan Bareskrim Polri. Kementerian Perindustrian yang kini dipimpin Agus Gumiwang itu seharusnya melakukan pembinaan di pabrik baja hilir.
Pengurus Asosiasi Roll Former Indonesia (ARFI) Henry Setiawan menuturkan, standarisasi baja, khususnya koil sebagai bahan baku baja ringan amat penting untuk melindungi konsumen. Sebab, konsumen adalah pengguna terakhir produk baja di Tanah Air. Sayangnya, pengawasan terhadap produk baja nonstandar nasional Indonesia (SNI)dirasa masih belum maksimal.
Artikel Terkait: wallpaper dinding 3D
Industri baja di hilir seperti ARFI membeli bahan baku dari wujud koil gulungan. Produk itu tinggal dibentuk menjadi gelombang dan tinggal dipotong saja sehingga praktis proses mekanismenya. Karena kesederhanaan proses tersebut, muncullah industri-industri kecil.
“Industri Roll former tidak padat modal. Skala dari para pelaku industri yang ada di roll former ini menurut taksiran kami tidak ada yang pasti jumlahnya. Bisa 500-700 perusahaan se-Indonesia,” ujar Henry Setiawan kepada wartawan, Selasa (29/10).
Henry melihat bahwa banyak industri-industri kecil yang masih belum memperhatikan standarisasi. Banyak dari mereka yang masih mengunakan bahan baku non-SNI.
“Produknya industri kecil itu tidak menggunakan bahan-bahan yang ber-SNI. Mereka tidak berpikir dalam jangka panjang. Tidak memikirkan dampak kepada konsumen,” imbuh Henry.
Dia berharap pengawasan terhadap produk-produk bahan baku ber-SNI harus diperketat. Jika lemah dalam pengawasan membuat persaingan antara baja lokal dan baja impor jadi tidak sehat. Karena itu standarisasi harus dikawal. Dalam hal ini ada beberapa pihak berperan. Pertama, petugas bea cukai di area kepabeanan.
“Barang non-SNI ini 100 persen dari impor. Kalau dalam negeri praktis tidak memproduksi bahan baku non-SNI. Artinya di area kepabeanan itu harus ada pengecekan,” terang Henry.
Baca Juga: keramik batu alam
Henry melanjutkan, pihak lain yang berperan dalam pengawasan selain bea cukai adalah Kementerian Perindustrian dan Bareskrim Polri. Kementerian Perindustrian yang kini dipimpin Agus Gumiwang itu seharusnya melakukan pembinaan di pabrik baja hilir.
Komentar
Posting Komentar