Jika Anda pernah melihat berbagai furnitur kayu utuh di beberapa hotel atau tempat-tempat bergengsi di luar negeri, percayakan furniture tersebut berasal dari Bantul ?
Lihatlah work shop milik Jawa Becik, salah satu merek dagang furnitur kayu utuh milik Irvan Taufik, warga dusun Banyon, Pendowoharjo, Sewon, Bantul, DIY.
Baca Juga: harga baja ringan per batang
Diwawancara pada Sabtu (6/7), Bos Jawa Becik ini mengaku memulai bisnisnya dari bisnis penjualan bahan baku kayu jati utuh di masa silam.
Setelah berbincang dengan beberapa guide wisata di Yogyakarta, mengenai kesulitan wisatawan mendapatkan furniture kayu berkualitas, dia memberanikan diri untuk memutar kemudi ke bisnis furniture kayu utuh.
Furniture kayu utuh produk Jawa Becik sangat unik. Di Jawa Becik, seluruh bagian dari dari batang kayu, manfaatkan untuk aneka produk furniture.
Bahkan dari bagian kayu yang jarang dilirik oleh pengrajin kayu, sekalipun. Seperti tunggak batang katu, atau pokok ranting kayu. Irvan percaya, setiaplekuk dari batang dan dahan kayu jati yang unik memberikan nilai artistik dari furniture ini.
“Disini kami berusaha untuk mengubah dari kayu yang tidak ada nilai jualnya ke furniture yang laku di pasaran,” katanya.
Taufik mengaku mendapatkan ilmu ini secara otodidak, di samping melakukan kunjungan di beberapa kenalannya sesama pengrajin.
“Awalnya kita coba-coba, trial and error, kita coba, kalau dipotong begini hasilnya gimana, kalau begitu hasilnya gimana, terus seperti itu,” lanjut Irvan.
Menekuni bisnis ini, dalam sebulan omset yang didapatkan Taufik bisa mencapai 200-300 juta rupiah, dengan harga per item mulai dari 300 ribu sampai 30 juta rupiah.
Konsumen dari furniture ini, menurut Irvan Taufik, kebanyakan merupakan pasar luar negeri dengan tujuan ekspor Eropa, Amerika, dan Timur Tengah.
“ Pasarnya kebanyakan dari luar negeri, beberapa negara Eropa, Amerika, Kanada, dan yang terakhir di Dubai dan Lebanon,” paparnya.
Pilihan Redaksi: kitchen set aluminium
Menurut Irvan, dalam menghadapi pasar ekspor para pengrajin furniture harus bekerja lebih giat dan membuka mindset dengan menerima kritik dari konsumen, tanpa menyerah dengan kondisi yang kekurangan.
“Kebanyakan pengrajin furniture kayu Indonesia itu memiliki tipe yang sulit untuk berkembang, mereka banyak yang merasa kalah dengan pengrajin luar negeri. Alasannya macam-macam, dari kalah pintar-lah, atau mesin yang kurang lengkap-lah, menurut saya mindset tersebut harus segera dihilangkan, ‘ jelasnya.
Lihatlah work shop milik Jawa Becik, salah satu merek dagang furnitur kayu utuh milik Irvan Taufik, warga dusun Banyon, Pendowoharjo, Sewon, Bantul, DIY.
Baca Juga: harga baja ringan per batang
Diwawancara pada Sabtu (6/7), Bos Jawa Becik ini mengaku memulai bisnisnya dari bisnis penjualan bahan baku kayu jati utuh di masa silam.
Setelah berbincang dengan beberapa guide wisata di Yogyakarta, mengenai kesulitan wisatawan mendapatkan furniture kayu berkualitas, dia memberanikan diri untuk memutar kemudi ke bisnis furniture kayu utuh.
Furniture kayu utuh produk Jawa Becik sangat unik. Di Jawa Becik, seluruh bagian dari dari batang kayu, manfaatkan untuk aneka produk furniture.
Bahkan dari bagian kayu yang jarang dilirik oleh pengrajin kayu, sekalipun. Seperti tunggak batang katu, atau pokok ranting kayu. Irvan percaya, setiaplekuk dari batang dan dahan kayu jati yang unik memberikan nilai artistik dari furniture ini.
“Disini kami berusaha untuk mengubah dari kayu yang tidak ada nilai jualnya ke furniture yang laku di pasaran,” katanya.
Taufik mengaku mendapatkan ilmu ini secara otodidak, di samping melakukan kunjungan di beberapa kenalannya sesama pengrajin.
“Awalnya kita coba-coba, trial and error, kita coba, kalau dipotong begini hasilnya gimana, kalau begitu hasilnya gimana, terus seperti itu,” lanjut Irvan.
Menekuni bisnis ini, dalam sebulan omset yang didapatkan Taufik bisa mencapai 200-300 juta rupiah, dengan harga per item mulai dari 300 ribu sampai 30 juta rupiah.
Konsumen dari furniture ini, menurut Irvan Taufik, kebanyakan merupakan pasar luar negeri dengan tujuan ekspor Eropa, Amerika, dan Timur Tengah.
“ Pasarnya kebanyakan dari luar negeri, beberapa negara Eropa, Amerika, Kanada, dan yang terakhir di Dubai dan Lebanon,” paparnya.
Pilihan Redaksi: kitchen set aluminium
Menurut Irvan, dalam menghadapi pasar ekspor para pengrajin furniture harus bekerja lebih giat dan membuka mindset dengan menerima kritik dari konsumen, tanpa menyerah dengan kondisi yang kekurangan.
“Kebanyakan pengrajin furniture kayu Indonesia itu memiliki tipe yang sulit untuk berkembang, mereka banyak yang merasa kalah dengan pengrajin luar negeri. Alasannya macam-macam, dari kalah pintar-lah, atau mesin yang kurang lengkap-lah, menurut saya mindset tersebut harus segera dihilangkan, ‘ jelasnya.
Komentar
Posting Komentar